readbud - get paid to read and rate articles GEMAR AKUNTANSI: PENENTUAN HARGA POKOK VARIABEL - AKUNTANSI MANAJEMEN
Powered By Blogger

Sabtu, 09 April 2011

PENENTUAN HARGA POKOK VARIABEL - AKUNTANSI MANAJEMEN

ELEMEN HARGA POKOK PRODUKSI.
            Harga pokok produk adalah biaya- biaya yang dikeluarkan dalam rangka membuat produk di pabrik. Penentuan Pada harga pokok variabel dalam hal ini hanya memasukkan biaya produksi variabel sebagai elemen harga pokok produk. Perusahaan manufaktur, elemen harga pokok produksi terdiri atas bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead. Jika ditinjau dari hubungannya dengan perubahan volume produksi, bahan baku dan tenaga kerja langsung adalah variabel, sedangkan overhead, sebagian merupakan biaya variabel dan sebagiannya lagi merupakan biaya tetap. Overhead tetap bukan merupakan elemen pokok produk, akan tetapi diperlakukan sebagai biaya periode.
Menurut Slamet Sugiri, ada dua metode yang memasalahkan elemen overhead tetap.  Metode tersebut adalah penentuan harga pokok produksi penuh (full costing atau absosrption costing) dan penentuan harga pokok produksi variabel (variable costing). Menurut LM Samryn, full costing adalah metode penentuan harga pokok yang memperhitungkan semua biaya produksi yang terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan overhead tanpa memperhatikan prilakunya. Laporan laba rugi yang dihasilkan metode pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan, karena sistematikanya harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk menjamin informasi yang tersaji dalam laporan tersebut. Menurut Mas’ud Machfoed, variabel costing adalah suatu metode yang penentuan harga pokoknya dimana biaya produksi variabel saja yang dibebankan sebagai bagian dari harga pokok.B

PERBEDAAN VARIABEL COSTING DENGAN FULL COSTING
Perbedaan antara variabel costing dengan full costing dalam memperlakukan overhead tetap mengakibatkan perbedaan terhadap beberapa hal, yaitu
1        Harga pokok per unit dan total.
2 Overhead lebih (kurang) dibebankan.
      3Penyajian di laporan rugi laba.
      4Laba bersih.
Penjelasan dari perbedaan tersebut sebagai berikut:

1.    Harga Pokok Per Unit dan Total.
            Untuk lebih memahami letak perbedaan harga pokok per unit dan total, berikut kami sajikan contoh soal.
Perusahaan WKWK pada tahun 2010 memproduksi 5.000 kaleng biskuit dengan data biaya sesungguhnya sebagai berikut:
Contoh:

Elemen Biaya
Total (Rp)
Per Unit (Rp)
Bahan baku
50.000
5
Upah langsung
100.000
10
Overhead Variabel
75.000
8
Overhead tetap
150.000
15

Tabel 4.1
Berikut ini adalah perbedaan harga pokok per unit antara variabel costing dengan absorption costing:
Harga Pokok Produk Variabel Costing Versus Absorption Costing

Elemen Biaya
Variabel costing
Absorption costing
Per Unit (Rp)
Total (Rp)
Per Unit (Rp)
Total (Rp)
Bahan baku
5
50.000
5
50.000
Upah langsung
10
100.000
10
100.000
Overhead Variabel
8
75.000
8
75.000
Overhead Tetap
-
-
15
150.000
Jumlah
23
225.000
38
375.000

Tabel 4.2
Pada tabel 4.2  menunjukkan bahwa harga pokok produk per unit jika dihitung menurut variable costing adalah Rp 23,00 dan jika dihitung menurut absorption costing adalah Rp 38,00. Jadi selisih dari perhitungan tersebut Rp 15,00, hal ini terjadi karena dalam variabel costing tidak memasukkan overhead tetap, sedangkan dalam absorption costing memasukkan overhead tetap sebagai komponen harga pokok produk. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka harga pokok total pun berbeda, perbedaannya Rp 150.000,00 yaitu overhead tetap total pada tahun 2010, dan jumlah ini diakui dalam variabel costing sebagai biaya periode (period cost).

2. Overhead Lebih (Kurang) Dibebankan
            Overhead lebih (kurang) dibebankan terjadi pada absorption costing jika pembebanan overhead ke produk menggunakan tarif standar atau tarif yang ditentukan dimuka (predetermined overhead rate). Menurut Slamet Sugiri, pembebanan overhead ke produk dapat dilakukan dengan dua metode:
1.    Membebankan overhead yang sesungguhnya telah dikeluarkan.
Contoh:
Pada perusahaan WKWK (pada tabel 4.1), dalam tabel tersebut tersaji data yang membebankan overhead sesuai dengan overhead sesungguhnya (overhead yang benar-benar terjadi), jika yang dibebankan ke produk adalah overhead yang sesungguhnya maka tidak akan terjadi overhead lebih (kurang) dibebankan.
2.    Membebankan overhead ke produk dengan menggunakan tarif yang ditentukan dimuka.
Merode membebankan overhead menggunakan tarif yang ditentukan dimuka, dalam perhitungannya akan muncul pembebanan kurang atau lebih. Pembebanan dengan tarif yang ditentukan dimuka ini, menggunakan prosedur sebagai berikut:
2.1  Penentuan anggaran overhead dan kapasitas produksi untuk menentukan tarif. Kapasitas yang digunakan diantaranya ialah kapasitas normal.
2.2   Penentuan tarif overhead.
2.3   Pembebanan overhead ke produk.
Pembebaban produk berdasarkan prosedur tersebut, dicontohkan sebagai berikut:
            Perusahaan WKWK telah menetapkan anggaran overhead tetap untuk tahun 2010 sebesar Rp 150.000, anggaran overhead variabel sebesar Rp 90.000 dengan kapasitas normal 6.000 kaleng biskuit. Tarif overhead yang ditentukan dimuka per kaleng adalah
Tarif overhead          =     anggaran overhead pada kapasitas normal :
per kaleng                                         kapasitas normal
                                    =             Rp 150.000 + Rp 90.000
                                                                             6.000
                                                =                      Rp 240.000
                                                                6.000
                                                =           Rp 40,00
Jika tahun 2010 jumlah produksi yang sesungguhnya adalah 5.000 kaleng, maka overhead yang dibebankan ke produk Rp 40.00 x  5.000 = Rp 200.000.
Perhitungan Overhead lebih (kurang) dibebankan
            Menurut Slamet Sugiri yang dimaksud overhead lebih dibebabankan adalah bahwa overhead yang dibebankan ke produk lebih besar dariapada overhead yang sesungguhnya terjadi, overhead kurang adalah sebaliknya, dalam hal ini terjadi pembebanan lebih jika kapasitas sesungguhnya lebih besar dari kapasitas normal, begitu sebaliknya akan terjadi pembebanan kurang jika kapasitas sesungguhnya lebih kecil dari kapasitas normal.
Tabel HARGA POKOK YANG DIBEBANKAN KE PRODUK VARIABLE COSTING VERSUS ABSORPTION COSTING

Elemen biaya
Varaible costing
Absorption costing
Per unit
Total
Per unit
Total
Overhead Variabel
8,00
75.000,00
8,00
75.000,00
Overhead Tetap
-
-
10,00
100.000,00
Harga Pokok Produk
8,00
75.000,00
18,00
175.000,00


Tabel 4.4 HARGA POKOK SESUNGGUHNYA MENURUT ABSORPTION COSTING

Elemen biaya
Per unit
Total
Overhead variabel
8,00
75.000,00
Overhead tetap
15,00
150.000,00
Harga pokok sesungguhnya
23,00
225.000


Pada tabel 4.3 Overhead yang dibebankan per unit adalah Rp 18 dan total Rp 175.000,00. Overhead yang sesungguhnya bukan sebesar itu, melainkan Rp 23,00 per unit dan total Rp 225.000,00. Tabel 4.3 dan tabel 4.4 memperlihatkan bahwa overhead dengan menggunakan tarif dimuka adalah Rp 175.000,00 sedangkan overhead sesungguhnya Rp 225.000,00. Selisihnya Rp 50.000,00. Jadi overhead yang dibebankan ke produk lebih kecil darpada overhead yang sesungguhnya, dalam hal ini tentu overhead kurang dibebankan yang merupakan selisih yang tidak menguntungkan.
            Selisih kapasitas juga terjadi dalam kasus diatas. Kapasitas sesungguhnya 5.000 kaleng lebih kecil dari kapasitas normal 6.000 kaleng. Rumus menghitung selisih kapasitas sebagai berikut :
                                    SK = (KS – KN) x TT
SK = Selisih kapasitas
KS = Kapasitas sesungguhnya
KN = Kapasitas normal (yang digunakan untuk menghitung tarif overhead)
TT = Tarif overhead tetap per unit yang ditentukan dimuka

Selisih overhead kurang dibebankan (selisih kapasitas) dihitung sebagai berikut :
SK       = (5.000 – 6.000) x Rp 10,00
            = -1000 x Rp 10,00
            = -Rp 10.000,00 (minus menggambarkan selisih yang tidak menguntungkan)
Pembebanan kurang atau pembebanan lebih hanya terjadi absorption costing, pada variabel costing tidak ada selisih pembebanan overhead, inilah yang menjadi perbedaan antara varaible costing dengan absorption costing jika overheadnya menggunakan tarif dimuka.

4.3.2.2        Penyajian di Laporan Rugi Laba
Penyajian laporan rugi laba menurut variable costing menggunakan format contribution margin, yaitu menyajikan informasi dengan mengurangkan lebih dahulu seluruh biaya variabel dari penjualan kemudian mengurangkannya dengan seluruh biaya tetap. Format laporan ini hanya digunakan untuk intern karena tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim.
Penyajian laporan rugi laba menurut absorption costing menggunakan pendekatan fungsional yakni mengurangkan seluruh biaya produksi baik variabel maupun tetap dari penjualan dan kemudian mengurangkannya dengan biaya biaya operasional yang diklasifikasikan menurut fungsi fungsi pokok perusahaan.
            Istilah menufacturing magin dalam format contribution margin, istilah ini dgunakan untuk menyebut penjualan dikurangi harga pokok penjualan variabel. Pembedaan antara manufacturing margin dengan kontribution margin ini dibuat agar manajemen dapat dengan mudah mengevaluasi secara terpisah prestasi kegiatan berproduksi dari fungsi penjualan dan administrasi.
3.    Laba Bersih
Perbedaan yang keempat adalah laba bersih pada periode tertentu jika jumlah unit yang diproduksi berbeda dengan jumlah unit yang terjual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar