readbud - get paid to read and rate articles GEMAR AKUNTANSI
Powered By Blogger

Sabtu, 09 April 2011

Browsing sambil mendapatkan uang..

http://bux.to/?r=r4yrUth

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN

1.               PENGERTIAN
Distribusi pendapatan adalah pembagian pendapatan yang menggambarkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh para pemilik factor produksi, dengan demikian distribusi pendapatan tentu mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan.   Kedua ukuran tersebut adalah distribusi ukuran, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang; dan distribusi “fungsional” atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.  Dari kedua jenis distribusi pendapatan ini kemudian dihitung indikator untuk menunjukkan distribusi pendapatan masyarakat. Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom.  Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya. Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi (functional or factor share distribution of income) berfokus pada bagian dari pendapatan nasional  total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal).  Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik).
2.               KONSEP DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ada beberapa cara yang dijadikan sebagai indicator yang digunakan untuk mengukur kemerataaan distribusi pendapatan, yaitu:
2.1         Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan – lapisan penduduk. Kurva ini terletak didalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menandakan distribusi pendapatan yang semakin merata, sebaliknya jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin melengkung) menandakan distribusi pendapatan semakin tidak merata atau timpang. Hal ini mencerminkan keadaan yang semakin buruk.
2.2         Indeks atau Rasio Gini
Rasio gini merupakan alat ukur yang umum dipergunakan dalam studi empiris. Nilai gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan pemerataan yang sempurna, jika semakin besar nilai gini maka tingkat pemerataan semakin tidak sempurna. Dalam studi empiris terutama dalam single country, ternyata kemiskinan tidak identik dengan kesejahteraan, artinya ukuran diatas belum mencernminkan kesejahteraan. Kesejahteraan dalam suatu Negara mencerminkan seberapa besar kemiskinan yang ada dalam suatu Negara terrsebut.
2.3         Kriteria Bank Dunia
Criteria ketidakmerataan Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan tinggi. Ketidakmerataan distribusi pendapatan dinyatakan:
a)               Ketidakmerataan distribusi pendapatan dinyatakan parah apabila 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12% pendapatan.
b)               Ktidakmerataan distribusi pendapatan dinyatakan sedang apabila 40% penduduk miskin menikmati antara 12 – 17% pendapatan nasional.
c)               Distribusi  pendapatan nasional dinyatakan cukup merata dan ketidakmerataan atau kesenjangna dinyatakan lunak apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional.

2.4         Rasio Kuznets
Rasio yang sering disebut sebagai rasio Kuznets ini (dinamai berdasarkan nama pemenang Nobel Simon Kuznets), yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di satu negara.

  1. PERKEMBANGAN KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
Sebagai hasil dari penerapan berbagai cara untuk mencapai ukuran pembagian pendapatan di bawah ini disampaikan data mengenai koefisien Gini untuk periode 1964/65 sampai 1976 dan untuk periode 2002-2007, dan  persentase pendapatan yang diterima oleh berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dari 2002 sampai 2007 untuk menghitung koefisien Kuznets.
Tingkat ketimpangan pembagian pendapatan  secara keseluruhan pada tahun 1964/65 hampir sama untuk perkotaan dan pedesaan dan termasuk pada ketimpangan yang sedang. Sedangkan pembagian pendapatan perkotaan di Jawa lebih merata dibandingkan di pedesaan Jawa, namun sebaliknya terjadi di Luar Jawa, yakni di pedesaan lebih merata.  Kalau kita bergerak dari tahun 1964/65 maka distribusi pendapatan di perkotaan Jawa selalu menjadi lebih timpang, sedangkan di daerah pedesaan di Jawa selalu menjadi lebih merata sampai pada tahun 1976.  Hal ini mungkin disebabkan oleh karena UUPMA dan UUPMDN dan beberapa kebijaksanaan lainnya yang mulai dilaksanakan pada awal pemerintahan Suharto lebih banyak dimanfaatkan oleh orang-orang kaya perkotaan di Jawa sehingga distribusi pendapatan di perkotaan Jawa menjadi lebih timpang.  Hal yang sebaliknya terjadi di pedesaan di Jawa, yakni program pembangunan pertanian dan pedesaan, terutama program BIMAS-INMAS, lebih banyak dinikmati oleh golongan miskin di Jawa sehingga distribusi pendapatannya menjadi lebih merata (koefisien Gini menurun).  Koefisien Gini secara keseluruhan di perkotaan menjadi lebih timpang, sedangkan di pedesaan sedikit menjadi lebih baik bila kita bergerak dari 1964/65 menuju 1976. 
Kalau kita bergerak dari periode 1970an ke periode 2000an, maka dapat kita katakan bahwa tidak terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia, masih tetap secara umum berada pada ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan oleh koefisien Kuznets maupun koefisien Gini.  Pada awal periode (2002-2004) bagian pendapatan yang diterima oleh 40 persen termiskin relatif tetap sekitar 20 persen dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya juga tetap (sekitar 42 persen), sehingga koefisien Kuznets juga relatif konstan (bedanya 0,01 karena pembulatan), dan koefisien Gini juga menunjukkan hal yang sama dari 0,33 (pada tahun 2002)  menjadi 0,32 pada dua tahun setelah itu.   Dari tahun 2004 ke 2005 distribusi pendapatan menjadi sedikit lebih buruk, bagian yang diterima oleh 40 persen termiskin menurun dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya meningkat sehingga koefisien Kuznets mengalami penurunan.  Hal ini juga ditunjukkan oleh koefisien Gini yang menunjukkan distribusi pendapatan menjadi lebih timpang.  Memburuknya distribusi pendapatan dari tahun 2006 ke 2007 (ditunjukkan oleh menurunnya koefisien Kuznets dan menaiknya koefisien Gini) mungkin dapat dijelaskan karena adanya kenaikan harga-harga sebagai akibat naiknya harga bensin ketika itu.  Kenaikan harga-harga rupanya lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan dengan kelompok miskin, sebagaimana diperjuangkan oleh para demonstran yang menentang kenaikan harga premium waktu itu.

  1. KEBIJAKSANAAN DALAM MEMPERBAIKI DISTRIBUSI PENDAPATAN
Pilihan kebijaksanaan berikut ini berlaku untuk mengubah/memperbaiki distribusi pendapatan dan sekaligus memerangi kemiskinan.  Ada beberapa pilihan, yakni:
4.1   Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang khusus dirancang untuk mengubah harga-harga relatif faktor produksi.  Kebijaksanaan ini dapat berupa:
1.   Upah buruh, dilaksanakan dengan menentukan tingkat upah minimum nasional dan regional, seperti yang dilaksanakan di Indonesia.  Pemerintah menentukan tingkat upah minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah yang ditentukan di pasar bebas atas permintaan dan penawaran.  Dengan kebijaksanaan ini para investor menganggap buruh menjadi terlalu mahal dan mereka memilih teknologi produksi yang hemat tenaga kerja.  Bagian upah pada perekonomian nasional menjadi lebih kecil, dan kemungkinan jumlah orang miskin menjadi lebih besar.
2.  Bunga modal, dilaksanakan dengan menentukan harga modal terlalu murah dibandingkan dengan harga modal yang ditetapkan atas permintaan dan penawaran.  Ini bisa dikerjakan dengan, misalnya, pemberian kemudahan prosedur investasi, keringanan pajak bagi pengusaha, subsidi tingkat bunga (tingkat bunga yang lebih rendah untuk investasi), penetapan kurs valuta asing yang terlalu tinggi, dan penurunan bea masuk bagi impor barang-barang modal seperti traktor dan mesin-mesin otomatis relatif terhadap barang konsumsi.     
Dari hal diatas dapat  disimpulkan bahwa penghapusan distorsi harga faktor produksi sangat bermanfaat  dan penyesuaian harga memungkinkan satu negara meraih pemerataan pendapatan dan sekaligus memperbaiki taraf hidup kaum miskin, namun apa yang telah dikerjakan oleh Indonesia selama ini bertentangan, sehingga distribusi pendapatan tetap dan malah makin timpang dan jumlah orang miskin tetap dalam jumlah yang besar. 
4.2   Perbaikan distribusi ukuran melalui redistribusi progresif kepemilikan aset.
Hal ini akan sangat tergantung pada distribusi kepemilikan aset (sumber daya atau faktor produksi) di antara berbagai kelompok masyarakat, terutama modal fisik dan tanah, modal finansial seperti saham dan obligasi, serta sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.  
4.3   Pengurangan distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang progresif. 
Satu contoh yang diterapkan di Indonesia adalah pajak penghasilan perorangan dan badan yang mempunyai sifat progresif.  Pajak kekayaan, (akumulasi aset dan penghasilan) merupakan pajak properti perorangan dan perusahaan yang bersifat progresif, yang biasanya dikenakan kepada mereka yang kaya raya.
4.4   Pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa publik. 
 Transfer langsung dilaksanakan melalui BLT (bantuan langsung tunai) kepada orang miskin yang berhak menerima. Penyediaan barang dan jasa publik dilaksanakan melalui beras murah untuk orang miskin (raskin), penyediaan asuransi kesehatan bagi golongan miskin (jamkesmas).


TRANSFER PRICING - MATERI KULIAH AKUNTANSI MANAJEMEN


1.       PENGERTIAN
Harga transfer dalam arti luas adalah harga perpindahan barang atau jasa yang dipertukarkan antar unit-unit atau antar pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi. Istilah harga transfer ini dijumpai pada perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat laba dan antar pusat laba tersebut terjadi transfer barang/jasa.

2.       PERAN HARGA TRANSFER
Harga Transfer mempertegas diversifikasi.
Harga transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing menajer divisi uyntuk mendapatkan laba. Tiap-tiap divisi yang terlibat merundingkan unsur-unsur yang membentuk harga transfer, karena unsure-unsur tersebut akan berdampak terhadap laba yang pada akhirnya laba tesebut digunakan untuk mengukur kinerja divisi.
Harga transfer sebagai alat untuk menciptakan mekanisme integrasi.
Dalam transfer barang / jasa ada 2 macam keputusan :
  1. Keputusan Pemilihan Sumber / Sourcing Decision
  2. Keputusan Penentuan HT / Transfer Pricing Decision
Manajemen puncak dapat mewajibkan suatu divisi untuk memilih sumber pengadaan dari divisi lain dalam perusahaan ketimbang dari luar perusahaan, jika hal ini bisa menguntungkan perusahaan secara keseluruhan, dengan adanya kebijakan Ini, manajer divisi yang terlibat dipaksa untuk merundingkan harga transfer yang adil bagi divisi yang terlibat.

3.       KARAKTERISTIK HARGA TRANSFER
3.1 Masalah harga transfer timbul jika divisi yang terkait diukur kinerjanya berdasarkan laba divisinya.
Perusahaan yang dibentuk berdasarkan divisi-divisi akan dinilai kinerjanya berdasarkan laba yang diperoleh, maka manajer pusat laba sangat peduli terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi  penerimaan laba, termasuk di dalamnya penentuan harga transfer (baik bagi divisi pembeli/penjual).
3.2 Harga transfer selalu mengandung unsur laba.
Bagi divisi penjual, harga transfer merupakan pendapatan yang pada gilirannya merupakan unsure laba yang dipakai sebagai dasar penilaian kinerja.
3.3 Harga transfer merupakan alat mempertegas diversifikasi, sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk.
Proses pembentukan harga transfer memberi kesempatan kepada manajer divisi yang terkait untuk merunding semua unsure pembentuk HT, karena unsure ini akan mempengaruhi besar kecilnya laba.

4.       PENENTUAN HARGA TRANSFER
4.1 Penentuan harga transfer berdasarkan biaya
Ada dua keputusan yang harus dibuat dalam system harga transfer berdasarkan biaya:
  1. Bagaimana menentukan besarnya biaya.
  2. Bagaimana menentukan besarnya mark up laba
Dalam penentuan harga transfer berdasarkan biaya, basis biaya yang umum digunakan adalah biaya standard. Biaya actual tidak boleh digunakan karena factor inefisiensi produk akan terlewatkan bagi pusat laba pembelian, jika biaya standard yang digunakan maka dibutuhkan suatu insentif untuk menentukan standard yang ketat dan meningkatkan standard tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan jika biaya dijadikan sebagai dasar penentuan harga transfer:
  1. Metode Penentuan harga transfer harus mendorong divisi penjual senantiasa melakukan perbaikan efiensi dan produktivitasnya
  2. Jika terjadi ketidakefisienan pada divisi penjual, tidak boleh dialihkan ke divisi pembeli melalui harga transfer.
  3. Untuk menentukan harga transfer, harus ada aturan, oleh sebab itu tiap ada transfer barang harus dilakukan melalui negoisasi.
Rumus Umum:
 Harga Transfer = Biaya Penuh + Laba
Biaya Penuh bisa memakai 3 pendekatan :
4.1  Pendekatan Full Costing
4.2  Pendekatan Variabel Costing
4.3  Pendekatan Activity Based Costing

4.1 Pendekatan full costing
Contoh : (dikutip dari Makalah Dionsya Kowanda)
OKKY Corp. memiliki dua divisi (Divisi A dan B) yang dibentuk sebagai pusat laba. Divisi A menghasilkan suku cadang Q dan dijual di pasar luar sebanyak 10% dan sisanya ditransfer ke divisi B. Manajer Divisi A dan B sedang mempertimbangkan penentuan harga transfer suku cadang Q untuk tahun anggaran yad. Menurut anggaran, divisi A akan beroperasi pada kapasitas normal sebanyak 1000 unit dengan taksiran biaya benuh untuk tahun anggaran yad sebagai berikut :
            Biaya produksi                                       Rp. 200.000.000
            Biaya administrasi dan umum                 Rp.   50.000.000
            Biaya pemasaran                                   Rp.   20.000.000
                                                                        -------------------- +
            total biaya penuh divisi A                        Rp. 270.000.000

Total aktiva yang diperkirakan pada awal tahun anggarna adalah sebesar Rp. 1.000.000.000 dan laba yang diharapkan yang dinyatakan dalam ROI = 20%
Tentukan harga transfer untuk suku cadang Q !
·         Perhitungan Markup :
Biaya administrasi & umum                                            Rp.   50.000.000
Biaya pemasaran                                                           Rp.   20.000.000
Laba yang diharapkan : 20% x Rp. 1.000.000.000            Rp. 200.000.000
                                                                                    -------------------- +
Jumlah                                                                          Rp. 270.000.000
Biaya Produksi                                                              Rp. 200.000.000
                                                                                    ---------------------
Markup                                                                         135%
·         Perhitungan Harga Transfer :           
Biaya Produksi                                                              Rp. 200.000.000
Markup 135% x Rp. 200.000.000                                     Rp. 270.000.000
                                                                                    -------------------- +
Jumlah harga jual                                                           Rp. 470.000.000
Volume produksi                                                                 1.000 unit
Harga transfer perunit                                                     Rp. 470.000,-




4.2 Pendekatan Variable Costing
Biaya Variabel :
Biaya produksi variable                                      Rp. 150.000.000
Biaya administrasi umum variable                       Rp.   10.000.000
Biaya pemasaran variable                                   Rp.     5.000.000
                                                                        -------------------- + Rp. 165.000.000
Biaya Tetap :
Biaya produksi tetap                                          Rp.   50.000.000
Biaya administrasi umum tetap                          Rp.   40.000.000
Biaya pemasaran tetap                                       Rp.   15.000.000
                                                                        --------------------- +            Rp.   95.000.000
                                                                                                            -------------------- +
Total biaya penuh                                                                             Rp. 270.000.000                                   
·         Perhitungan Markup :
Biaya Tetap                                                                   Rp.   95.000.000
Laba yang diharapkan 20% x Rp. 1.000.000.000              Rp. 200.000.000
                                                                                    -------------------- +
Jumlah                                                                          Rp. 295.000.000
Biaya variable                                                                Rp. 165.000.000
                                                                                      -------------------- :
Markup                                                                                     179%
·         Perhitungan Harga Jual:
Biaya Variabel                                                   Rp.  165.000.000
Markup 179% x 165.000.000                               Rp.  295.000.000
                                                                        -------------------- +
Jumlah harga jual                                               Rp.  460.350.000
Volume produksi                                                      10.000 kg
                                                                        --------------------- :
Harga jual per kg                                                     Rp.  4.600

4.3 Pendekatan Activity Based Costing
Jika activity based costing dipakai sebagai pendekatan perekayasaan biaya yang digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer, unsure -unsur yang diperhitungkan dalam penentuan harga transfer menjadi :
             Harga Transfer = Biaya penuh + Laba
Biaya penuh yang dimaksud yaitu berdasarkan :
Unit Level Activity Cost                                     =  jumlah yang diproduksi
Batch Level Activity Cost                       = jumlah batch produksi
Product Level Activity Cost                    = taksiran jumlah unit produksi
Facility Sustaining Activity Cost            = taksiran unit produksi pd kap.normal








DESENTRALISASI - MATERI KULIAH AKUNTANSI MANAJEMEN

1. PENGERTIAN
Sentralisasi adalah pemusatan pada manajemen teras untuk mengambil semua wewenang keputusan manajemen yang ada dalam sebuah perusahaan. Sentralisasi menyebabkan manajemen teras semakin sulit untuk melakukan pengendalian ketika fungsi tertentu semakin besar hingga pada tingkat tertentu akibatnya masalah-masalh efisiensi dan pengendalian pun muncul, untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan desentralisasi. Desentralisasi adalah praktek pendelegasian wewenang kepada jenjang yang lebih rendah. Suatu organisasi yang terdesentralisasi secara kuat adalah organisasi yang memberikan kebebasan pada manajer-manajer tingkat yang lebih rendah atau karyawan untuk membuat keputusan.

2. ALASAN MELAKUKAN DESENTRALISASI
2.1 Mengumpulkan dan menggunakan informasi local
            Kualitas keputusan dipengaruhi oleh kualitas informasi yang tersedia, dalam perusahaan mungkin saja manajer pusat tidak mengetahui kondisi local sehingga dibutuhkan informasi local dalam mengendalikan usaha, dalam hal ini diperlukan informasi dari manajer pada jenjang yang lebih rendah, yang berhubungan dekat dengan kondisi-kondisi pengoperasian mempunyai akses untuk informasi ini.
2.2 Fokus manajemen pusat.
Keputusan-keputusan operasional perusahaan yang terdesentralisasi akan menberi kemudahan bagi manajemen pusat, dalam hal ini manajemen pusat bebas untuk menangani perumusan perencanaan dan pengambilan keputusan strategis.
2.3 Melatih dan memotivasi manajer
            Organisasi selalu membutuhkan manajer yang terlatih untuk menggantikan posisi manajer jenjang lebih tinggi. Desentralisasi merupakan suatu wadah untuk melatih manajer tingkat bawah untuk mulai bertanggung jawab dan membuat keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya, ini akan memacu para manajer untuk memiliki insiatif dan kreatifitas yang tinggi.
2.4 Meningkatkan daya saing
Salah satu cara terbaik untuk lebih meningkatkan kinerja sebuah perusahaan atau pabrik adalah dengan memperkenalkan lebih jauh kepada kekuatan-kekuatan pasar.

3. KEUNTUNGAN DESENTRALISASI
3.1 Pengambilan dan kualitas keputusan lebih cepat dan baik.
            Dengan adanya desentralisasi tentu pengambilan keputusan operasi dapat lebih cepat karena langsung dilaksanakan oleh manajer pelaksana dan juga menghasilkan kualitas keputusan yang baik sebab para manajer tingkat yang lebih rendah mempunyai pengetahuan yang terbaik tentang kondisi setempat, oleh karena itu mereka memilki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan manajer tingkat di atas.
3.2 Manajemen teras dapat lebih berkonsentrasi pada isu-isu kebijakan dan perencanaan strategic.
            Desentralisasi memberikan kebebasan kepada manajer manajer pelaksana untuk bertanggung jawab dan mengambil keputusan terhadap unit- unit yang menjadi tanggung jawabnya. Keputusan- keputusan harian dibuat oleh manajer pelaksana, sehingga manajemen teras dapat lebioh focus dan berkosentralisasi pada isu kebijakan dan perencanaan strategic.
3.3 Memotivasi manajer pelaksana untuk mencapai tujuan perusahaan.
            Manajer pelaksana yang bertanggung jawab terhadap keputusan harian perusahaan tentu akan mengetahui informasi secara detail mengenai kondisi perusahaan. Desentralisasi memicu manajer pelaksana untuk berinisiatif melakukan hal terbaik untuk mencapai tujuan perusahaan. 
3.4 Menyediakan alat yang baik bagi manajemen teras untuk menilai untuk menilai potensi para manajer pelaksana untuk naik ke jenjang manajemen yang lebih tinggi.

4. UNIT- UNIT DESENTRALISASI
Menurut Yulita Londa dalam makalahnya yang berjudul “Evaluasi Kerja Pada Perusahaan yang Terdentralisasi”, mengungkapkan bahwa desentralisasi biasanya diwujudkan melalui pembentukan unit-unit yang disebut divisi. Cara pembagian unit-unit atau divisi tersebut adalah :
1.  Pembagian berdasarkan barang dan jasa yang diproduksi. Contoh, divisi Pepsi, Coke dan lain-lain.
2. Pembagian menurut garis geografis. Misalnya, UAL, Inc. (induk perusahaan United Airline) memiliki sejumlah divisi regional Asia/Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara, dan Karibia.
3.  Pembagian berdasarkan jenis pertanggungjawaban yang diberikan kepada manajer divisi. Pusat pertanggungjawaban terdiri dari pusat investasi, pusat laba, pusat pendapatan dan pusat biaya. Pengorganisasian divisi-divisi sebagai pusat pertanggungjawaban menciptakan kesempatan pengendalian divisi melalui penggunaan akuntansi pertanggungjawaban.

5. KELEMAHAN DESENTRALISASI
            Kelemahan dengan diterapkannya desntralisasi yaitu:
  1. Para manajer mungkin membuat keputusan-keputusan yang hanya menguntungkan divisi yang dipimpinnya saja, yang mengakibatkan kerugian organisasi secara keseluruhan.
  2. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk memiliki sendiri unit organisasi penghasil jasa yang sebenarrnya akan lebih murah jika jasa tersebut disediakan secara terpusat
  3. Di perusahaan- perusahaan besar sulit untuk mengukur prestasi seluruh unit organisasi dengan system yang sama.
Upaya mengatasi kelemahan tersebut yaitu:
  1. Keputusan- keputusan tertentu haruslah dipusatkan, misalnya segala keputusan menyangkut pertanggungan asuransi yang menguntungkan perusahaan secara keseluruhan.
  2. Sistem akuntansi pertanggungjawaban haruslah dibentuk, sehingga keputusan manajerial akan menguntungkan pada segmen atau unit yang bersangkutan namun bagi perusahaan secara keseluruhan.

6. PENGUKURAN KERJA PUSAT INVESTASI
6.1 Pengembalian atas investasi (Return On Investment/ROI)
Pengembalian atas investasi adalah ukuran kinerja yang paling lazim bagi suatu pusat investasi. ROI didefinisikan sebagai berikut:
ROI =    Laba
           Invesment

ROI = Profit Investasi x Profit Margin

Perputaran Investasi = Penjualan                      Profit Margin =     Laba
                                     Investasi                                                  Penjualan
Margin adalah rasio dari laba operasi terhadap penjualan. Hal ini menyatakan
bagian dari penjualan yang tersedia untuk bunga, pajak, dan laba.

ROI =      Penjualan  x  laba
                Investasi        Penjualan

Keunggulan ROI
  1. Mendorong manajer untuk memfokuskan hubungan antara penjualan, beban, dan investasi, sebagaimana yang diharapkan dari manajer pusat investasi.
      2.    Mendorong manager memfokuskan pada efisiensi biaya
      3.     Mendorong manager memfokuskan pada efisiensi aktiva operasi

6.2 Laba Residu
Untuk mengatasi kecenderungan ROI menciptakan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan tetapi mengurangi ROI divisi beberapa perusahaan mengadopsi suatu ukuran kinerja alternative yang disebut laba residu. Laba residu (economic value added / EVA ) adalah laba operasional setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal tahunan. Jika EVA positif, perusahaan telah menciptakan kekayaan. Jika negatif maka perusahaan telah menyia-nyiakan modal.

DAFTAR PUSTAKA

Sugiri Slamet, 1999. Akuntansi Manajemen Edisi Revisi. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKP, Yogyakarta
Londa Yulita. 2009. Desentralisasi. From: http://akuntansi-unflor.blogspot.com /2009/05 /desentralisasi-decentralization.html, 27 Maret 2011